[ad_1]
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Jawa Timur (PHRI Jatim) menyebut, larangan buka bersama bagi pejabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) berdampak langsung pada turunnya okupansi hotel-resto, terutama di kota besar.
Dwi Cahyono Ketua PHRI Jatim mengaku keberatan dengan larangan itu. Menurutnya, meski kebijakan hanya ditujukan pada ASN dan pejabat tapi berdampak ke masyarakat.
Masyarakat yang mengadakan acara buka puasa tidak berani mengundang pejabat atau ASN, sehingga dampaknya okupansi hotel maupun resto, baru menyentuh 20 persen selama pekan pertama Ramadan.
“Kita belum pulih betul, masih recovery pandemi kemarin, ini sudah agak merangkak. Bulan puasa ini turun, okupansi bisa menyentuh 20 persen, sedangkan kewajiban banyak. Harapannya saat puasa buka puasa, event buka puasa. Tapi dampaknya itu event yang berhubungan dengan buka puasa bersama, multiplier efect-nya besar sekali. Masyarakat juga menunggu, kadang event mengundang pejabat datang, pejabatnya mau datang atau tidak, selama ini masih menunggu aturannya bagaimana,” kata Dwi Cahyono, Rabu (29/3/2023).
Kondisi itu, lanjut Dwi, merata hampir seluruh wilayah Jatim. Terutama kota besar, karena seringkali jadi pusat acara yang diadakan kementerian maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Saya pantau seluruh Jawa Timur itu masih sekitar 20-30 persen okupansi. Hampir semua, tapi kota besar seperti Surabaya, Malang, Batu, Banyuwangi, Pasuruan itu yang banyak event yang diadakan oleh pusat, ada kementrian, ada BUMN yang berkaitan dengan event. Hampir semua buka bersama resmi, hampir berkaitan dengan institusi pemerintah. Jadi di kota-kota besar itu,” imbuhnya.
Ia menilai, aturan pemerintah itu penjabarannya kurang detail. Karena kemungkinan terburuk, orang-orang yang membooking hotel maupun resto bisa batal dan berujung kerugian pengusaha.
“Okupansi event, karena puasa sangat kecil sekitar 20 persen. Diharapkan dengan menutup operasional pada bulan puasa ini seperti tahun kemarin dengan paket buka puasa. Kalau tidak ya untuk operasional ini akan kesulitan. Pembatalan atau tidak jadinya event yang diharapkan untuk menutup operasional di bulan puasa event buka puasa bersama ini yang dianggap suatu kerugian,” bebernya lagi.
Ketua PHRI Jatim itu berharap, pekan kedua dan selanjutnya pada bulan Ramadan ada kenaikan okupansi hotel maupun restoran.
“Semoga minggu kedua, ketiga ada kenaikan untuk okupansi. Ini masih belum jelas juga sampai sekarang, hampir 20-30 persen booking jauh-jauh hari event buka bersama itu sampai sekarang belum berani memastikan. Jadi itu yang membuat teman-teman ini resah,” tutupnya. (lta/bil/ipg)
[ad_2]